Jumat, 04 Februari 2011

Sejarah Islam di Nusantara


SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA


Sejarah masuknya Islam di Nusantara sangat banyak versi,  namun dari berbagai versi
Banyak Ahli Sejarah dan Arkeolog yang berpndapat bahwa masuknya Islam ke Nusantara melewati pantai utara Pulau Sumatra yang saat ini aceh, karna disana adalah jalur  penting perdagangan antara pedagang-pedagang Nusantara dengan pedagang dari berbagai suku-suku bangsa.

Sampai kini Indonesia sangat kaya akan rempah-rempah, karna kekayaan alam yang melimpah ruah inilah jauh sebelum Masehi di Nusantara telah terjadi kontak perdagangan dengan dengan bangsa Mesir, Yunani, Arab dan Cina.

Sangat mengejutkan bahwa pembalseman Fir’aun ( RamsesII ) manggunakan kapur barus, sejenis getah yang mengeluarkan aroma wangi-wangian yang dapat mangawetkan mayat yang berbentuk kapur dan dibelakang nama kapur tersebut melekat nama Barus yang ternyata nama tempat atau daerah penghasil kapur tersebut, yaitu Barus kampung kecil ini adalah kampung kuno yang terletak antara Singkle dengan Sibolga sekitar 414 KM dari dari selatan Medan. Barus dizaman Kerajaan Sriwijaya termasuk juga dalam wilayahnya, namun ketika kerajaan Sriwijaya dalam kemunduran dan digantikan oleh kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh.

Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria Mesir (Iskandariah), pada Abad ke-2
Masehi, menyebutkan dipesisir barat pantai Sumatra terdapat sebuah bandar niaga yang bernama Barousai (barus) telah menghasilkan wewangian dari kayu kamfer.
Karya


Peta Dunia Ptolemy 150 Masehi digambar ulang pada abad ke 15   
Peta lain Ptolemy digambar ulang pada tahun 1482 (Johannes de Armsshein )   
Peta Dunia Ptolemeus, naskah kuno dari Nicolaus Germanus, 1467   
Peta detail dari Asia Tenggara   

Dibeberapa situs di Sumatra bagian utara juga banyak ditemukan beberapa bejana keramik yang kini disimpan di Musium Nasional di Jakarta, dan juga barang-barang perunggu dari Cina ada yang dimungkinkan bertarikh akhir masa Dinasti Zho diperkirakan ( 221 SM ) sekarang berada dalam koleksi pribadi di London yang dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang Jawa Timur. Yang artinya jauh sebelum Masehi pedagang Pribumi teleh mengadakan hubungan dengan para pedagang dari Cina.

Dari berbagai temuan benda-benda dan catatan literatur dari berbagai Kerajaan atau Dinasti dari berbagai diluar Nusantara, jauh sebelum Nabi Muhammad lahir atau jauh sebelum Islam datang ke Nusantara, Bangsa kita telah berinteraksi cukup lama dengan bangsa berbagai belahan Dunia, yang menandakan di Nusantara  lebih dari ratusan bahkan ribuan tahun sebelum Masehi sudah memiliki peradabaaan sendiri.

                                                                                                                 
Teori Gujarat  yang mengatakan bahwa Islam masuk dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat (India) pada Abad ke-14 berasal dari Snouck Hurgronje ilmuwan dari belanda yang hidupnya didedikasikan untuk mempelajari struktur masyarakat-masyarakat  Islam di Aceh, dia mempelejari kelemahan-kelemahan masyarakat Islam di Aceh agar lebih mudah dihancurkan,  orientalis asal belanda Ini sengaja dikirim oleh Pemerintah Belanda waktu itu untuk menghancurkan Islam, ia dengan giat belajar bahasa Arab dan berpura-pura masuk Islam, pernah juga diam-diam menyusup ke Mekah, bahkan mengawini wanita Muslimah anak seorang tokoh dizamannya.

Snouck berpendapat bahwa Islam masuk sekitar pada Abad ke-14, karna ia melihat bahwa pengaruh Islam tidak besar pada Abad-abad sebelumnya, namun ia lupa atau tidak mempelajari lebih dalam tentang Sejarah Kekuasaan di Nusantara sebelum Islam muncul. Masyarakat di Nusantara pada Zaman sebelum Islam hadir sudah sangat kental memeluk agama Hindu dan Budha sampai Islam hadir di Nusantara pun mayoritas atau hampir keseluruhan wilayah-wilayah di Nusantara yang dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya sudah memeluk agama budha dengan sangat kuat.

Bila kita mencoba menengok sejarah Kerajaan Sriwijaya yang pada saat itu adalah Kerajaan Budha terbesar di Asia Tenggara, dan sampai sekarang bukti kejayaanya masih bisa kita lihat di Pulau jawa berdiri Candi Borobudur yang Dunia mengakui Candi tersebut adalah Candi Budha terbesar, dan sempat sekian lama menjadi salah satu dari tujuh keajaiban Dunia, yang sampai saat ini juga masih sangat ramai dikunjungi oleh Peziarah-peziarah Budha dari berbagai belahan Dunia bila ada Hari-hari besar agama Budha.

Sriwijaya yang oleh banyak Sejarawan disebut-sebut berpusat di Palembang, yang pada zaman itu selain Pusat Pemerintahan, Palembang juga sebagai pusat Pendidikan dan pengkajian agama Budha dimana banyak pemeluk agama Budha yang berasal dari India, Langkasuka, Cina dan sebagainya mendalami ajaran Budha di Pusat Kerajaan Sriwijaya tersebut. Jadi sangat tidak aneh bila Pengaruh Islam pada zaman itu tidak terlihat, namun bukan berarti pada zaman Sriwijaya berkuasa atau sperti yang Snouck Hurgronje katakan bahwa zaman itu Islam belum merambah di Nusantara.

Analisis Snouck sangat banyak memiliki kekurangan, atau bisa dikatakan sangat sembrono, jika ia hanya melihat karna Islam tidak ada pengaruh pada zaman itu.
Sedangkan Snouck tau bahwa pada Abad-abad itu adalah masa-masa Transisi dimana pengaruh Kerajaan Sriwijaya masih kuat.

Literatur kuno Arab yang berjudul Aja’ib Al-Hind yangditulis oleh Bujrg Bin Syahriar Al-Ramhirmuzi pada Tahun 1000 Masehi, dalam literatur tersebut menggambarkan bahwa ada Perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijaya, dan distu juga ia menyebutkan Hubungan baik antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kekholifahan di Timur Tengah berlanjut hingga masa Kholifah Umar Bin Abdul Azis.

Ibnu Abd Al-Rabbih dalam karyanya Al Iqd Al-Farid menyebutkan ada proses korespondensi yang berlangsung antara Penguasa Kerajaan Sriwijaya yang kala itu adalah Sri Indravarman kengan Kholifah yang terkenal adil, berikut petikannya:

“Dari Raja diraja yang keturunan dari Seribu Raja, yang Istrinya juga cucu dari Seribu Raja, yang didalam kandang binatangnya terdapat seribu Gajah, yang wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi Pohon-pohon Gaharu, bumbu-bumbu wewangian, Pala dan Kapur Barus yang semerbak wewangiannya menjangkau jarak 12 mil. Kepada Raja Arab yang tidak Menyekutukan tuhan-tuhan lain denganTuhan, Saya telah mengirimkan anda hadiah, yang sebenarnya hadiah yang tidak begitu bantak, tetapi sebagai tanda persahabatan. Saya ingin anda mengirimkan saya seseorang yang dapat mengajarkan saya tentang Islam kepada sya dan dapat menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya”. 

Demikianlah bunyinya surat yang dikirimkan Sri Indravarman Raja Sriwijaya kepada Kholifah Umar Bin Abdul Azis, diperkirakan hubungan Diplomatik antara Pemimpin kedua wilayah ini berlangsung pada Tahun 100 Hijriah atau 718 Masehi.

Melihat Petikan surat diatas, artinya Islam sebelum Abad ke-14 bahkan jauh sebelum abad ke-10 sudah sedikit demi sedikit memberi pengaruh di Nusantara dengan berkeinginannya Raja Sriwijaya mempelajari Islam. Dengan ini sekaligus membantah pendapat Snouck Hurgrunje yang mengatakan Islam sebelum abad ke-14 tidak memiliki pengaruh di Nusantara.

Teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje bagi penulis sendiri memang benar adanya namun bukanlah fase pertama tentang masuknya Islam ke Nusantara namun sudah beberapa fase dimana jauh sebelum pedagang-pedagang  gujarat menyebarkan Islam di Nusantara sudah banyak masyarakat dipesisir Nusantara sudah yang menganut agama Islam.

Ditemukannya makam Syekh Rukunuddin di komplek Pemakaman Mahligai di Barus yang dinisannya bertuliskan tahun 48 Hijriah (672 M) dengan menggunakan bahasa Arab, juga Situs Pemakaman Papan Tenggi di Lobu Tua, Barus membuktikan bahwa dari abad ke-7 masehi Islam sudah masuk ke Indonesia. Bukti lainnya, didaerah Leran, Gresik di Jawa Timur ditemukan nisan dengan nama Fatimah Binti Maiumun bertuliskan angka tahun 1082 M, penemuan ini menandakan Islam telah merambah di Pulau Jawa pada abad ke-11 Masehi.

Situs Pemakaman Mahligai
Situs Pemakaman Papan Tenggi
Makam Fatimah Binti Maimun

Makam Fatimah Binti Maimun terletak di desa Leran Kecamatan manyar, dengan jarak sekitar 5 Km kearah jalur Pantura dari kota Gresik.
Daya tarik wisatawan adalah makam pentyebar agama Islam yang tertua di Indonesia.
Siti Fatimah Binti Maimun menurut sejarahnya adalah anak dari seorang Raja dari Gedah, yang pada saat singgah di pelabuhan Gresik jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia pada thun 1082 masehi.

Jika kita melihat Atlas dunia tepatnya Peta Asia Selatan, kita akan mengetahui mengapa pedagang-pedagang dari Arab banyak yang singgah atau mampir di Tanjung Cormorin India baru melanjutkan Pelayarannya ke Pesisir pantai utara Pulau Sumatra, Tanjung Cormorin adalah daratan yang menjorok jauh ke Samudra Hindia yang berada dipertengahan antara jazirah Arab dan Pulau Sumatra, Snouck mengira semua pedagang  yang berangkat dari Pelabuhan di India adalah  hanya orang-orang India, padahal zaman itu sangat banyak sekali pedagang-pedagang dari bangsa Arab transit di India yang telah beragama Islam.

Jika kita mengacu pada teori gujarat saja kita akan berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-14 M, artinya Islam sangat baru masuk ke Nusantara yang hal ini sangat mustahil dengan kenyataannya bahwa pemeluk Islam terbesar di Dunia adalah di Nusantara yang sekarang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuatu yang tidak mungkin bisa terjadi dimana bangsa yang memeluk agama Islam terbesar didunia baru memeluk agama Islam setelah 7 abad keberadaannya, justru karna dari awal Islam ada atau dari sewaktu Rosulullah masih hidup, Islam telah merambah di Nusantara dan sangat berakar kuat dengan bukti bahwa hampir semua tradisi-tradisi dan budaya di Nusantara baik di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan sebagainya banyak berasal dari tradisi-tradiasi Islam yang khususnya dipulau Sumatra sangat banyak sekali budaya-budaya atau tradisi yang sangat kental bernafaskan Islam.
                                                                                    
Hal ini tidak bisa kita sangsikan lagi bila kita berkunjung dari Barat sampai timur, dari Utara sampai Selatan Pulau Sumatra bentuk-bentuk kesenian dan kebudayaan, dari tari-tarian, Musik-musik tradisional, adat-adat perkawinan dan sebagainya tidak perlu dijelaskan lagi cukup kita hanya melihat dan mendengar nya saja kita akan mengatakan bahwa ini adalah budaya Islam.

Kita juga tidak menolak dikatakan bahwa kosakata atau bahasa resmi Nusantara yang sekarang ini Indonesia, sangat banyak mengadopsi dari bahasa Arab, ini dikarenakan telah terjadi interaksi yang Inten antara penduduk pribumi dan pedagang-pedagang islam yang khususnya dari Arab pada abad-abad pertama Hijriah.

Berbicara tentang Islam kita tidak bisa lepas dari membicarakan Bangsa Arab, karna cahaya Islam sendiri berasal dari Pribadi Rosulullah yang lahir dari Asli orang Arab keturunan suku Quraish dari bani Hasyim, juga bahasa yang digunakan kitab suci agama Islam yaitu Al-Qur’an adalah menggunakan bahasa Arab, yang oleh bangsa Arab sendiri bahwa bahasa Al-Qur’an adalah acuan resmi dan yang paling murni dalam kesastraan Arab.

Pedagang-pedagang Arab yang datang ke Nusantara dimungkinkan merapatkan kapalnya pertama kali dipesisir pantai utara Pulau Sumatra lalu menuju pesisir barat Sumatra dan ada yang melanjutkan pelyarannya ke Pulau Jawa, Pedagang-pedagang Arab akan mampir dahulu di Aceh sebelum melanjutkan ekspedisinya ke Malaka, Palembang, China melewati Selat Malaka yang dulunya dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya.

Kayanya Daerah-daerah di Nusantara akan rempah-rempah yang pada waktu itu dan sangat terkenal kemakmurannya membuat berduyung-duyungnya para pedagang dari Arab dan bahkan telah terjadi Imigarasi kecil secara bertahap dari bangsa-bangsa Arab ke Nusantara melewati semenanjung India yang tepatnya Tanjung Cormorin. Artinya disini Pengembara-pengembara asal jazirah arab dengan tujuan berdagang atau ada yang sengaja menetap untuk menyebarkan agama Islam ini sudah lebih dulu sampai di India.

Literatur kuno asal Tiongkok mencatat bahwa tahun 625 Masehi sudah ada parkampungan Arab Muslim dipesisir Sumatra yang telah diindentifikasikan oleh ilmuwan-ilmuwan sejarah adalah Barus atau disebut juga Fanshur, tempat yang sangat terkenal sekali akan penghasil getah kayu Kamfer yang sering kita sebut juga dengan kapur barus. Jika kita merujuk penanggalan tersebut artinya hanya selang 9 tahun dari Rosulullah SAW menyampaikan wahyu yang ia terima secara terang-terangan dikota Mekah, melihat selang waktu tersebut kita akan berpendapat bahwa imigrasi sudah terjadi dari tahun-tahun awal Rosulullah menda’wahkan ajaran-Nya.

Barus merupakan kota tertua mengingat diantara kota-kota di Nusantara hanya kota Barus yang sejak sebelum Masehi dan abad-abad pertama Masehi sudah sering disebut-sebut dalam beberapa literatur seperti Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, Cina, dan sebagainya.

Oleh para ilmuwan barus menjadi tempat yang sangat menarik untuk diteliti,
Sebuah Tim Arkeolog dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Lobu Tua-Barus,telah menemukan bahwa sekitar dari Abad 9-12 Barus merupakan perkampungan yang multi etnis dari berbagai suku bangsa sperti Aceh, Arab, India, Tamil, Batak, Minangkabau, Rejang, Jawa, Bugis dan sebagainya.

Tim ini juga menemukan barang-barang berkualitas tinggi dari berbagai tempat di luar Nusantara maupun dari Nusantara sendiri, yang menandakan pola kehidupan masyarakat di Barus dan sekitarnya sudah sangat makmur.

Para-para pedagang maupun Imigran asal jazirah arab yang pada Abad –abad pertama Hijriah di Barus mereka telah mendirikan perkampungan, yang tentu saja tidak mudah lantaran mereka pendatang yang berbeda agama dengan agama resmi Pemerintahan yang saat itu daerah itu masuk dalam Pemerintahan Kerajaan Budha Sriwijaya, mereka sangat baik membina hubungan dengan masyarakat setempat dan ada beberapa dari mereka yang mempunyai kedudukan yang baik dan sangat berpengaruh di masyarakat maupun Pemerintah, mereka berasimilasi dengan cara menikahi Perempuan-perempuan lokal dan sudah beranak-pinak disana. Bahkan diantara mereka ada pula yang ikut berkuasa disejumlah Bandar. Mereka banyak bersahabat dengan pejabat atau pembesar-pembesar Sriwijaya seperti keluarga-keluarga Raja, Adipati dan juga menjalin kekerabatan dengan jalan perkawinan. Mereka sering pula menjadi pensehat pembesar-pembesar, Adipati, dan Penguasa-penguasa setempat.

Diperkampungan ini mereka banyak juga bertemu dengan pedagang-pedagang dari berbagai tempat yang juga ikut bermukim disana, Orang-orang Arab muslim disana hidup sangat berkecukupan, mereka mendirikan Surau dan Masjid-masjid, selain tempat untuk beribadah mereka juga menjadikan tempat itu untuk bermusyawarah, mengajar Al-Qur’an, dan kepentingan-kepentingan masyarakat yang lain.
Karna pergaulan mereka yang baik mereka juga mendapat tempat dan kedudukan dihati Masyarakat dan Penguasa setempat, dan sedikit demi sedikit masyarakat, pengusa setempat, bahkan ada juga Adipati yang ikut memeluk Islam dengan cara damai.

Banyak sejarawan yang sangat kuat berpendapat bahwa agama Islam yang awal mula dibawa oleh Orang-orang Arab Muslim generasi pertama adalah bebentuk suatu Aqidah atau ajaran Ketauhidan, karna waktu itu Rosulullah masih menerima wahyu dengan bertahap, yang artinya aturan-aturan atau Syariat Islam belum selengkap sekarang ini. Metode pengajaran Al-Quran disini juga pada waktu itu sama saja seperti yang dilakukan Rosulullah SAW dan para Sahabat Beliau di Arab sana yaitu dengan cara penghafalan lisan dan mungkin juga ditulis dipelepah daun, kulit kayu dan kulit-kulit Binatang, walau yang terakhir tidak pernah sekalipun ditemukan bukti yang Autentik mengenai itu namun penulis sangat yakin mereka juga melakukannya karna mengingat pada zaman itu media penulisan hanya itu yang bisa dipakai.

Zaman itu umat Islam belum memiliki Mushaf Al-Qur’an karna Mushaf Al-Quran baru dibukukan pada Zaman Kholifah Utsman Bin Affan pada Tahun 30 Hijriah atau 651 masehi. Naskah Al-Quran juga hanya baru dibuat 7 buah dan dikirimkan kewilayah Pusat-pusat kekuasa Islam yang dipandang penting yakni (1) Mekah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5( Basyrah, (6) Kuffah, dan yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalifah Utsman.

Ketujuh Naskah Al-Qur’an tersebut juga dibubuhi cap atau stempel Kekholifahan Utsman yang menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah tua tersebut masih dapat kita jumpai di Musiam-musium Dunia salah satunya di Musium di Tashkent, Asia Tengah.

Salah satu naskah dari yang tersimpan meiliki bercak-bercak darah, yang oleh ahli kepurbakalaan diyakini adalah Mushaf Al-Qur’an yang tengah dibaca dibaca oleh Khalifah Utsman ketika kaum perusuh di Ibukota menyerbu kediaman dan membunuh Sang Kholifah.

Quran mushaf Usman, disimpan di Kairo

Oleh sebab itu cara berdoa dan Ibadah para pedagang dan Musyafir dari Arab yang sudah lebih dulu bermukim di Aceh hanya berdasarkan ingatan dan hafalan mereka saja sewaktu mereka masih di daratan Arab, ayat Al-Qu’an yang mereka terima belum lengkap karna masa itu Rosulullah masih menerima wahyu, dan mereka mendapati ayat-ayat yang turun dikemudian secara bertahap pula, mereka mendapati ayat-ayat tersebut oleh generasi-generasi pedagang yang selanjutnya datang secara bertahap di Aceh sampai betul-betul sempurna.

Sampai kini kita masih mendengar istilah Nenek Moyangku seorang Pelaut, selain banyak bukti-buti sejarah, bila kita buka Atlas Nusantara kita akan melihat kenyataan bahwa Nusantara adalah daerah maritim yang sangat besar, yang artinya Nenek Moyang kita sudah menggunakan perahu atau kapal laut untuk mencari nafkah dilaut yang kita sebut dengan Nelayan, disamping itu juga kaya sekali hasil Bumi baik yang berupa tambang atau pun rempah-rempah, hasil bumi yang begitu melimpah tentunya menjadi andalan Pedagang-pedagang Nusantara untuk dijajakan keberbagai tempat keluar Nusantara.


Pedagang-pedagang Nusantara diduga sudah mengadakan ekspedisi keberbagai belahan Dunia sperti, Syiria, Mesir, Somalia, Arab, India, Cina dan sebagainya jauh sebelum Rosulullah lahir. Pedagang kita yang berdagang di Syam (Syiria) banyak bertemu dengan pedagang yang berasal dari Arab, disinyalir disinilah perjumpaan pedagang kita dengan  Nabi Muhammad SAW sebelum Beliau menerima wahyu yaitu pada saat Beliau memimpin kabilah Dagang kepunyaan Siti Khodijah dari Mekah, Beliau dikenal sebagai pemuda Arab dari suku Quraish yang terkenal akan kejujuran, kecerdasan, keuletan, amanah, dan kuat.

Oleh karna itu ketika Rosulullah memproklamirkan bahwa Beliau menerima wahyu dari Allah SWT, pedagang-pedagang nusantara yang telah mengenal Beliau sangat menerima dengan tangan terbuka karna sifat-sifat yang baik sangat melekat pada Pribadi Beliau.

Para penyebar-penyebar Islam generasi pertama yang juga pedagang diduga adalah Sahabat Rosulullah, segenerasi dengan Sahabat Utsman dan Sahahat ‘Ali. Mereka berkeyakinan bahwa apa-apa yang mereka terima dari Rosulullah adalah sebuah Kebenaran dan Kabar gembira bagi seluruh umat Manusia agar harus mereka sampaikan kepenjuru Dunia sesuai dengan tempat yang mereka tuju dalam beniaga.
Yang artinya bahwa penyebar-penyebar Islam generasi pertama sewaktu Rosulullah dan para Sahabat masih Hidup telah menjangkau hampir keseluruh penjuru dunia, mengingat pedagang-pedagang Arab pada waktu itu berniaga ke beberapa daerah di Benua Afrika, India, Nusantara, dan sampai semenanjung Cina.

Dalam kitab Sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu disebutkan pernah mendapat kunjungan Diplomatik dari orang-orang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, yaitu pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. Dan empat tahun masih dalam Dinasti yang sama kedatangan lagi duta yang dikirim Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk Amirul Mukminin.

Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’ mengatakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyan dan telah tiga kali berganti kepemimpinan, yang berarti duta Mukmin tersebut datang pada masa kepemimpinan Kholifah Utsman Bin Affan.

Pada pertengahan abad ke-7 Masehi jega telah ditemukan perkampungan-perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton Cina.

Tentu saja duta-duta Muslim tidak hanya mengunjungi Cina, beberapa caatan juga menyebutkan utusan Amirul Mukminin juga mengirim utusan guna mengunjungi Zabag dan Sribuza, sebutan orang-orang Arab untuk orang Melayu yang terakhir Sriwijaya, hal ini sangat bisa diterima karna pada masa itu adalah zaman-zaman keemasan Sriwijaya. Tidak ada satu Ekspedisi yang menuju Cina tanpa singgah atau melawat ke Sriwijaya.

Menengok sejarah-sejarah yang panjang tentang hubungan Dagang antara Bangsa-bangsa Arab, Cina, India dan Nusantara yang telah berlangsung sangat lama ini membuat  kenyataan Islam telah masuk ke Nusantara sudah sejak Rosulullah SAW masih hidup tidak dapat disanggah lagi, karna Islam sudah memulai Ekpedisinya ke Nusantara sejak sahabat Abu Bakar Sidiq, Utsman Bin Affan, ‘Umar Bin Khotob, ‘Ali Bin Abu Tholib memegang kendali sebagai Amirul Mukminin.

Jauh sebelum Bangsa Eropa berkemampuan mengarungi Dunia, terlebih dahulu Pelayar-pelayar Arab dan Timur Tengah sudah mampu mengarungi Rute pelayaran Dunia dengan Itensitas yang cukup padat sampai kesemenanjung Cina melewati Perairan Nusantara, Ini adalah Rute Pelayaran Dunia yang pernah ada sebelum abad ke-16 Masehi.

Bukti nyatanya adalah sebuah catatan Peziarah Budha asal Cina yang akan pergi ke India dengan menumpang pada Kapal-kapal Ekspedisi orang Arab yang akan singgah di India sejak menjelang Abad ke-7 Masehi.


Islam pertama kali dibawa ke China oleh sebuah rombongan yang dikirimkan oleh Uthman, Khalifah, pada 651, lebih kurang dari dua puluh tahun selepas kewafatan Nabi Muhammad. Rombongan itu diketuai oleh Sa`d ibn Abī Waqqās, bapa saudara Nabi sebelah ibunya. Yung Wei, maharaja Tang yang menerima rombongan itu memerintahkan pembinaan sebuah masjid peringatan di Canton, yang merupakan masjid pertama di negara itu dibina. Zaman Dinasti Tang adalah zaman keemasan China dengan budaya kosmopolitan yang membantu memperkenalkan agama Islam. Pemastautinan orang Islam pertama di China terdiri daripada saudagar Arab dan Parsi Di kawasan tersebut, kabilah Hui Chi menerima Islam, dan nama tersebut menjadi permulaan kepada rujukan terhadap huihui atau Hui sebagaimana yang mereka dikenali hari ini.

Pada abad ke-12, Kerajaan Sriwijaya mengalami masalah yang serius yang menjadi kemunduran terhadap Kerajaan tersebut, yang sangat berpengaruh pada bidang Ekonomi, dan tak pelak lagi membuat Kerajaan menaikkan upeti pada kapal-kapal asing yang singgah dan memasuki wilayahnya. Dan ini mengubah arus perdagangan yang telah berperan dalam penyebaran Islam.

Disaat-sat inilah sedikit demi sedikit Islam telah memainkan peran penting diujung Pulau Sumatra. Munculnya kerajaan Samudra Pasai dalam percaturan Politik dunia waktu itu adalah saat penting sebagai titik tolak pengaruh Islam di Nusantara.

Kerajaan Samudra Pasai adalah Kerajaan Islam terbesar pertama kali di Nusantara, yang sangat memainkan peranan penting dijalur Pardagangan Selat Malaka. Kemunduran Kerajaan Sriwijaya membuat pengaruh Islam sedikit demi sedikit menguasai daerah-daerah yang dulunya adalah wilayah Kerajaan Sriwijaya.
Jalur perdagangan laut mulai terkontrol rapih pada saat kemunculan Kerajaan Islam ini, makin banyaknya Pedagang-pedagang Muslim yang berasal dari  jazirah Arab, India, Tamil, Iran, dan sebagainya datang  merapatkan kapal-kapal mereka untuk menjajakan perniagaan mereka di berbagai daerah  wilayah kekuasaan Kerajaan Samudra Pasai.

Candi Gumpung, candi Buddha di Muaro Jambi, Kerajaan Melayu yang ditaklukkan Sriwijaya.

Reruntuhan Wat (Candi) Kaew yang berasal dari zaman Sriwijaya di Chaiya, Thailand Selatan.

Kerajaan Samudra Pasai bagi penulis sendiri adalah sebagai mana yang ditulis diatas, yaitu Kerajaan Islam terbesar pertama kali di Nusantara, penulis tidak mengatakan Kerajaan Islam pertama atau tertua di Nusantara. Karna karna penulis sendiri meyakini bahwa sebelum Kerajaan Samudra Pasai berdiri, sudah ada lebih dulu Pusat kekuasaan atau Kedaulatan Islam di ujung utara Pulau Sumatra, yang bernama Kerajaan Perlak, belakangan diketahui silsilah dari kedua Kerajaan tersebut adalah Kerajaan Islam Jeumpa.

Kerajaan Jeumpa Aceh, berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang di tulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa adalah sebuah Kerajaan yang benar keberadaannya pada sekitar abad ke 7 Masehi yang berada di sekitar daerah perbukitan
mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet.

Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga
merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke ”Pintou Rayeuk” (pintu besar).

Menurut legenda yang berkembang di sekitar Jeumpa,sebelum kedatangan Islam di daerah ini sudah berdiri salah satu Kerajaan Hindu Purba Aceh yang dipimpin turun temurun oleh seorang Meurah dan negeri ini sudah dikenal di seluruh penjuru dan mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, India, Arab dan lainnya. Sekitar awal abad ke 8 Masehi datanglah seorang pemuda tampan yang dikenal dengan Shahrianshah Salman al-Farisi atau Sasaniah Salman Al-Farisi sebagaimana disebut dalam Silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao dan juga disebutkan dalam Silsilah Raja-Raja Aceh Darussalam oleh Dinas Kebudayaan NAD. Sebagian ahli sejarah menghubungkan silsilah Pangeran Salman dengan keturunan dari Sayyidina Hussein ra cucunda Nabi Muhammad Rasulullah saw yang telah menikah dengan Puteri Maharaja Parsia bernama Syahribanun. Dari perkawinan inilah kemudian berkembang keturunan Rasulullah yang telah menjadi Ulama, Pemimpin Spiritual dan Sultan di Dunia Islam, termasuk Nusantara, baik di Aceh, Pattani,Sumatera,Malaya, Brunei sampai ke Filipina dan Kepulauan Maluku.

Dikisahkan Pangeran Salman memasuki pusat Kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan
kapal niaga dengan segala awak, perangkat dan pengawal serta muatannya yang datang dari Parsi untuk berdagang dan utamanya berdakwah mengembangkan ajaran Islam, sebagai sebuah misi utama para keturunan Rasulullah saw. Dia memasuki negeri Blang Seupeueng melalui laut lewat Kuala Jeumpa. Sang Pangeran sangat tertarik dengan kemakmuran, keindahan alam dan keramahan penduduknya. Selanjutnya beliau tinggal bersama penduduk dan menyiarkan agama Islam yang telah menjadi anutan nenek moyangnya di Parsia.Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena tingkah laku, sifat dan karakternya yang sopan dan sangat ramah. Apalagi beliau adalah seorang Pangeran dari
negara maju Parsia yang terkenal kebesaran dan kemajuannya masa itu.

Keutamaan dan kecerdasan yang dimiliki Pangeran Salman yang tentunya telah mendapat
pendidikan terbaik di Parsia negeri asalnya, sangat menarik perhatian Meurah Jeumpa dan mengangkatnya menjadi orang kepercayaan Kerajaan. Karena keberhasilannya dalam menjalankan tugas-tugasnya, akhirnya Pangeran Salman dinikahkan dengan puteri Raja dan dinobatkan menjadi Raja menggantikan bapak mertuanya. Setelah menjadi Raja,wilayah kekuasaannya diberikan nama dengan Kerajaan Jeumpa, sesuai dengan nama negeri asalnya di Persia yang bernama ”Champia”, yang artinya harum, wangi dan semerbak. Sejak saat Kerajaan Islam Jeumpa terkenal dan berkembang pesat menjadi kota
perdagangan dan transit bagi pedagang-pedagang Arab, Cina, India dan lainnya.Kerajaan Jeumpa menjadi maju dan makmur

 sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah Sumatra bahkan Nusantara.Shahrianshah Sal-man al-Farisi memproklamirkan Kerajaan Islam Jeumpa pada tahun 156 H atau sekitar tahun 770 an M. Maka tidak diragukan, Kerajaan Jeumpa adalah Kerajaan Islam pertama di seluruh Nusantara.

Tentu di balik kesuksesan Pangeran Salman membangun dan memimpin Kerajaan Jeumpa, di dukung oleh seorang Maha Ratu yang sangat berperan, karena sebagaimana pepatah menyebutkan di setiap keberhasilan lelaki, pasti ada perempuan yang mendukung keberhasilannya. Siapakah wanita agung yang telah mendukung kegemilangan Maha Raja Jeumpa yang berhasil sebagai pendiri Kerajaan Islam pertama di Nusantara ini? Menurut Silsilah Sultan Melayu dan Silsilah Raja Aceh, beliau tidak lain adalah Putro Manyang Seulodong atau ada yang menyebutnya dengan Dewi Ratna Keumala, anak Meurah Jeumpa yang cantik rupawan serta cerdas dan berwibawa. Putro Jeumpa inilah yang telah mendukung karir dan perjuangan suaminya sehingga berhasil mengembangkan sebuah Kerajaan Islam yang berwibawa, yang selanjutnya telah melahirkan Kerajaan Islam di Perlak, Pasai, Pedir dan Aceh Darussalam.

 Bersama suaminya, Sang Maha Ratu Jeumpa ini bahu membahu memajukan Kerajaannya sehingga menjadi sebuah Kerajaan yang terkenal di dunia internasional dan menjadi kota persinggahan para pedagangpedagang dari Arab, Parsia, Cina, india dan lainnya.Apalagi geografi Jeumpa sangat strategis yang berdekatan dengan Barus, Lamuri, Fansur yang lebih dahulu berkembang di ujung barat pulau Sumatra.

Menurut hasil observasi terkini di sekitar daerah yang diperkirakan sebagai tapak Maligai Kerajaan Jeumpa sekitar 80 meter ke selatan yang dikenal dengan Buket
Teungku Keujereun, ditemukan tapak bangunan istana dan beberapa barang peninggalan kerajaan, seperti kolam mandi kerajaan seluas 20 x 20 m, kaca jendela, porselin dan juga ditemukan semacam cincin dan kalung rantai yang panjangnya sampai ke lutut dan anting sebesar gelang tangan. Semua ini tentu menggambarkan kemakmuran dan kemajuan dari Kerajaan Jeumpa 14 abad silam.

Maha Ratu Manyang Seuludong bukan hanya berhasil menjadi pendamping suaminya dalam membangun Kerajaan Jeumpa, tetapi juga berhasil menjadi seorang pendidik agung yang telah melahirkan anak-anak yang melanjutkan perjuangannya menyebarkan dakwah Islamiyah. Sebagai seorang ibu, sudah sepatunya Maha Ratu Jeumpa ini dibanggakan, karena telah berhasil mencetak pemimpin-pemimpin agung untuk agama dan bangsanya. Sang Maha Ratu dikaruniai beberapa orang anak yang menjadi Raja dan Ratu yang sangat berpengaruh dalam perjalanan sejarah pengembangan Islam Nusantara.



Kisah kedatangan satu delegasi dagang dari Persia di Blang Seupeung, pusat Kerajaan Jeumpa yang ketika itu masih menganut Hindu Purba. Salah seorang anggota rombongan bernama Maharaj Syahriar Salman, Pangeran Kerajaan Persia yang ditaklukkan pada zaman Khalifahtur Rasyidin. Salman adalah turunan dari Dinasti Sassanid Persia yang pernah berjaya antara 224 – 651 Masehi. Setelah penaklukkan, sebahagian keluarga kerjaan Persia ada yang pergi ke Asia Tenggara.
Kerajaan Jeumpa, ketika itu dikuasai Meurah Jeumpa. Maharaj Syahriar Salman kemudian menikah dengan putri istana Jeumpa bernama Mayang Seuludang. Akibat dari perkawinan itu, Maharaj Syahriar Salman tidak lagi ikut rombongan niaga Persia melanjutkan pelayaran ke Selat Malaka. Pasangan ini memilih “hijrah” ke Perlak (sekarang Peureulak,red), sebuah kawasan kerajaan yang dipimpin Meurah Perlak.
Meurah Perlak tak punya keturunan dan memperlakukan “pengantin baru” itu sebagai anak. Ketika Meurah Perlak meninggal, kerajaan Perlak diserahkan kepada Maharaj Syahriar Salman, sebagai Meurah Perlak yang baru. Perkawinan Maharaj Syahriar Salman dan Putri Mayang Sekudang dianugerahi empat putra dan seroang putri; Syahir Nuwi, Syahir Dauli, Syahir Pauli, SyahirTanwi, dan Putri Tansyir Dewi.
Syahir Nuwi di kemudian hari menjadi Raja Perlak yang baru menggantikan ayahandanya. Dia bergelar Meurah Syahir Nuwi. Syahir Dauli diangkat menjadi Meurah di Negeri Indra Purba (sekarang Aceh Besar, red). Syahir Pauli menjadi Meurah di Negeri Samaindera (sekarang Pidie), dan si bungsu Syahir Tanwi kembali ke Jeumpa dan menjadi Meurah Jeumpa menggantikan kakeknya. Merekalah yang kelak dikenal sebagai “Kaom Imeum Tuha Peut” (penguasa yang empat). Dengan demikian, kawasan-kawasan sepanjang Selat Malaka dikuasai oleh keturunan Maharaj Syahriar Salman dari Dinasti Sassanid Persia dan Dinasti Meurah Jeumpa (sekarang Bireuen).
Sementara itu, Putri Tansyir Dewi, menikah dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar, anggota rombongan pendakwah yang tiba di Bandar Perlak dengan sebuah kapal di bawah Nakhoda Khalifah. Kapal itu memuat sekitar 100 pendakwah yang menyamar sebagai pedagang. Rombongan ini terdiri dari orang-orang Quraish, Psalestina, Persia dan India. Rombongan pendakwah ini tiba pada tahun 173 H (800 M). Sebelum merapat di Perlak, rombongan ini terlebih dahulu singgah di India.
Syahir Nuwi yang menjadi penguasa Perlak menyatakan diri masuk Islam, dan menjadi Raja Perlak pertama yang memeluk Islam.Sejak itu, Islam berkembang di Perlak. Perkawinan Putri Tansyir Dewi dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar membuahkan seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, yang kelak setelah dewasa dinobatkan sebagai Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, sultan pertama Kerajaan Islam Perlak, bertepatan dengan 1 Muharram 225 Hijriah.
Sayid Maulana Ali al-Muktabar berfaham Syiah, merupakan putra dari Sayid Muhammad Diba‘i anak Imam Jakfar Asshadiq (Imam Syiah ke-6) anak dari Imam Muhammad Al Baqir (Imam Syiah ke-5), anak dari Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin, yakni satu-satunya putra Syaidina Husen, putra Syaidina Ali bin Abu Thalib dari perkawinan dengan Siti Fatimah, putri dari Muhammad Rasulullah saw. Lengkapnya silsilah itu adalah: Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah bin Sayid Maulana Ali-al Muktabar bin Sayid Muhammad Diba‘i bin Imam Ja‘far Asshadiq bin Imam Muhammad Al Baqir bin Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin Sayidina Husin Assyahid bin Sayidina Alin bin Abu Thalib (menikah dengan Siti Fatimah, putri Muhammad Rasulullah saw).
Keikutsertaan Sayid Maulana Ali al-Muktabar dalam rombongan pendakwah merupakan penugasan dari Khalifah Makmun bin Harun Al Rasyid (167-219 H/813-833 M) untuk menyebarkan Islam di Hindi, Asia Tenggara dan kawasan-kawasan lainnya. Khalifah Makmun sebelumnya berhasil meredam “pemberantakan” kaun Syiah di Mekkah yang dipimpin oleh Muhammad bin Ja‘far Ashhadiq.
Raja Isaq Gayo dan Turunannya
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulan memiliki tiga putra; Meurah Makhdum Alaiddin Ibrahim Syah, kemudian menjadi Sultan ke-8; Maharaja Mahmud Syah yang kemudian menjadi Raja Salasari Islam I di Tanoh Data (Cot Girek); Meurah Makhdum Malik Isaq (Isak) mendirikan Negeri Isaq I.
Meurah Isaq memiliki putra bernama Meurah Malik Masir yang juga dikenal sebagai Meurah Mersa alias Tok (Tuk) Mersa, diangkat sebagai Raja Isaq II mernggantikan ayahandanya. Tok Mersa memiliki tujuh putra yakni: 1) Meurah Makhdum Ibrahim mendirikan Negeri Singkong. Cucu Meurah Makhdum ini bernama Malikussaleh di kemudian hari mendirikan Kerajaan Samudra Pasai. 2) Meurah Bacang mendirikan Kerajaan Bacang Barus. 3) Meurah Putih mendirikan Kerajaan Beuracan Merdu. 4) Meurah Itam mendirikan Kerajaan Kiran Samalanga. 5) Meurah Pupok mendirikan Kerajaan Daya Aceh Barat. 6) Merah Jernang mendirikan kerajaan Seunagan. 7) Meurah Mege (Meugo) menjadi Raja Isaq III.
Dari turununan Meurah Mege lahir Sultan Abidin Johansyah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam (1203-1234) sampai Sultan Daud Sjah (1874-1939). Turunen Meurah Mege lain, Syekh Ali al Qaishar anak dari Hasyim Abdul Jalil hijrah ke Bugis dan menikah dengan putri bangsawan Bugis yang kelak cucu psangan ini bergelar Daeng. Di antara anak-cucunya, ada yang pulang ke Aceh bernama Daeng Mansur atau Tgk Di Reubee dan mempunyai seorang putra bernama Zainal Abidin dan seorang putri bernama Siti Sani yang di nikahi oleh Sultan Iskandar Muda.